Minggu, 27 Desember 2009

LEBIH MUDAH,LEBIH MURAH DAN LEBIH CEPAT


Tiga mantra itu diucapkan Dr. Takeshi Omori, Kepala Komite Ekonomi Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di penghujung pertemuan pejabat tinggi di Singapura Senin, 9 November. Kurang lebih setahun bekerja, tugas Komite itu memang untuk membuka jalan bagi pembicaraan tingkat menteri, yang dimulai besok. Dr. Omori berbicara cepat, namun jelas. Jika ingin lebih maju, maka reformasi dunia usaha di kawasan Asia Pasifik harus segera bergulir.

Mengutip data Bank Dunia, saat ini, jika seorang warga kawasan Asia Pasifik ingin memulai usaha –taruhlah Haji Syukron di Tangerang, Banten, atau Azmuddin di Johor Bahru, Malaysia— mereka perlu menyisihkan sedikitnya setengah dari penghasilannya. Ini tentu berisiko bagi keuangan pribadi, apalagi keluarga. Nah, salah satu rekomendasi Komite Ekonomi adalah menurunkan angka itu menjadi 25%. Harapannya, jika biaya memulai usaha lebih murah, maka orang akan lebih tergerak untuk melakukannya, dan pada akhirnya roda perekonomian akan bergerak lebih cepat.

Dampak langsung macam inilah yang coba dilakukan para perumus kebijakan dan peserta forum APEC tahun ini di Singapura. Tahun ini sekaligus merupakan ulang tahun ke-20 organisasi yang dulu bermula sebagai forum tingkat menteri, tapi sejak 1993 lalu berkembang ke tingkat kepala negara. Walau bersifat tak mengikat, namun keputusan yang disepakati diperlakukan sebagai komitmen, seperti di pertemuan Bogor tahun 1994, yang menghasilkan Deklarasi Bogor. Target pencapaian liberalisasi perdagangan dan investasi pada tahun 2010 bagi ekonomi maju dan 2020 bagi ekonomi berkembang masih jadi agenda APEC sampai hari ini. Para penganut paham regionalisme terbuka percaya betul, jalan terbaik untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menghasilkan kesejahteraan masyarakat Asia Pasifik adalah dengan meniadakan penghambat di antara negara-negara di kawasan ini.

Kepada harian The Straits Times edisi 9 November 2009, Menteri Luar Negeri Dr. Marty Natalegawa mengatakan, pascakrisis finansial global, keberadaan APEC penting untuk membatasi arus proteksionisme. Sebagai kekuatan ekonomi besar di Asia, Indonesia memang salah satu pendukung APEC.

Seperti Indonesia, Amerika Serikat pun tak pernah absen dalam pertemuan ini. Bahkan, APEC-lah satu-satunya pertemuan ekonomi regional di Asia yang dihadiri Presiden Amerika Serikat. Pascakrisis financial global, dibayangi kekuatan China yang terus membesar, di Singapura nanti, Presiden Barack Obama akan berusaha menegaskan kembali hubungan baik dengan Asia, terutama Asia Tenggara, yang terkesan dipinggirkan selama masa pemerintahan Bush. Khusus menyangkut Asia Tenggara, untuk pertama kalinya, seorang presiden Amerika Serikat menggagas KTT AS-ASEAN. Pertemuan direncanakan berlangsung di sela-sela agenda APEC di Singapura, sekaligus menekankan eksistensi organisasi ini.

Tapi belakangan, terutama pascakrisis ekonomi Asia 1997, muncul banyak pendapat yang kritis terhadap keberadaan APEC. Tak sedikit yang kecewa karena APEC tak berbuat banyak untuk menolong anggotanya saat itu. Belakangan, APEC juga dianggap tidak fokus, karena berusaha membahas terlalu banyak hal di luar kerjasama ekonomi, mulai dari terorisme sampai lingkungan. Bukan hanya itu, APEC juga dianggap termarjinalkan dalam banyak isu global, jika dibandingkan dengan organisasi multilateral lainnya, seperti G-20, atau pada tingkat regional, seperti ASEAN+3 (China, Jepang dan Korea Selatan) atau East Asia Summit (ASEAN+3+India, Australia dan Selandia Baru).

Maka sekarang, mereka yang mengkritisi keberadaan APEC akan menanti hasil konkrit pada puncak pertemuan tingkat kepala Negara 15 November nanti.

Sementara itu, arus peserta terus bergulir. Minggu ini saja, diperkirakan 10.000 orang akan memenuhi keenam lantai Suntec Convention Centre, tempat berlangsungnya pertemuan. Di luar gedung, para pendatang temporer ini tentu menambah sesak negara kota ini. Terlepas dari kontroversi pro-kontra paham regionalisme terbuka, ini hajatan besar bagi Singapura, dan mereka tidak main-main.

Singapura menyiapkan 20.000 tenaga panitia, berasal dari 40 kantor pemerintahan dan 330 perusahaan swasta. Selain itu, 1.700 tenaga sukarela juga disebar di berbagai penjuru kota untuk menyapa dan membantu delegasi dari negara lain. Senyum manis ditebar, souvenir dibagikan, bahkan begitu kami melangkah keluar dari pintu pesawat. Bahkan di pusat turis Orchard Road, mereka terlihat dimana-mana, sigap membantu.

Hari pertama dalam pekan pemimpin APEC (APEC Leaders Week), Singapura begitu bergairah dan penuh optimisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar